Selasa, 03 Juni 2014

RESIKO OBAT PEREDA SAKIT ATAU NYERI

Obat penghilang rasa sakit biasanya digunakan saat akan melakukan suatu oprasi.Pengetahuan mengenai resiko yang dapat ditimbulkan oleh obat pereda rasa sakit sangatlah penting untuk mengurangi resiko efek samping yang dapat ditimbulkannya. Pengetahuan ini berguna agar Anda menggunakan obat-obatan tersebut dengan dosis yang telah ditentukan serta sesuai dengan petunjuk dokter agar obat tersebut bisa bekerja dengan maksimal.
Berikut beberapa jenis obat pereda rasa sakit beserta resikonya:
1. Parasetamol (asetaminofen)
Parasetamol digunakan untuk meredakan rasa sakit dan nyeri, baik itu nyeri ringan, nyeri punggung, nyeri sendi maupun sakit gigi. Efek samping atau resiko dari penggunaan jangka panjang adalah overdosis dan kerusakan hati. Sedangkan efek samping ringannya berupa rasa mual, muntah, pusing dan sakit perut.
2. Ibuprofen
Ibuprofen adalah obat yang sering digunakan untuk meringankan peradangan serta rasa sakit atau nyeri pada tubuh, yang dapat disebabkan oleh sakit kepala, sakit gigi, nyeri punggung, artritis, kram menstruasi atau cedera ringan. Akan tetapi, obat ini dapat menimbulkan efek samping serius seperti resiko gangguan jantung dan stroke. Segeralah mencari bantuan medis jika mengalami masalah jantung seperti nyeri dada, lesu, sesak napas, serta masalah keseimbangan.
3. Aspirin
Aspirin adalah obat salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri ringan, selain digunakan sebagai antipiretik untuk mengurangi demam dan sebagai anti-inflamasi untuk mengurangi peradangan. Pendarahan pada lambung, gagal ginjal, dan sindrom reye (pada anak-anak di bawah usia 7 tahun) adalah resiko yang dapat terjadi jika dikonsumsi dalam dosis berlebih atau tidak sesuai dengan petunjuk dokter. Efek ringannya adalah sakit kepala, mual, telinga berdering, termasuk reaksi alergi seperti gatal-gatal dan bengkak pada permukaan kulit.
4. Opiod
Obat pereda rasa sakit opiod banyak menimbulkan efek samping, seperti mengantuk, pusing, gangguan pernapasan, sembelit, kejang, halusinasi, menurunkan tekanan darah, mual, muntah, kekakuan otot serta retensi urin. Beberapa dari efek ini akan menghilang dengan penggunaan terus-menerus atau dengan menggunakan obat lain (sembelit). Selain itu, penggunaan opiod dapat menyebabkan kecanduan atau ketergantungan. Setelah menghentikan penggunaan obat ini, pasien kadang juga mengalami berbagai efek samping yang tidak menyenangkan, seperti meriang dan diare, namun hal tersebut hanya sementara.
5. Antidepresan
Obat antidepresan digunakan untuk mengobati rasa sakit yang kronis dari sistem syaraf pusat, neuropatik serta gangguan nyeri lainnya. Obat ini juga dapat menimbulkan resiko sedasi, terutama jika dikombinasikan dengan obat-obat lain, seperti analgesik opiod dan alkohol. Efek samping dari antidepresan adalah perubahan psikologis (mood yang berubah-ubah), pusing, sakit kepala, lesu, sembelit, mulut kering, insomnia, mual, gelisah, berkeringat serta anorexia. Namun, efek samping ini akan segera hilang dari waktu ke waktu.
6. Morfin
Morfin adalah obat analgesik yang merupakan prototipikal opinoid. Morfin adalah alkaloid yang banyak ditemukan pada opium. Dalam pengobatan, morfin dianggap sebagai bahan utama untuk meringankan rasa sakit berat dan bertindak langsung pada sistem saraf pusat. Akan tetapi, morfin memiliki potensi tinggi untuk menimbulkan kecanduan atau ketergantungan, perubahan psikologis, sembelit, rasa cemas, peningkatan darah serta insomnia.
7. Naproxen
Naproxen sodium adalah obat anti-inflamasi nonsteroid yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit, demam, peradangan dan kekakuan otot yang disebabkan oleh osteoartritis, batu ginjal, nyeri rematik, encok dan kram perut akibat menstruasi. Pada dosis berlebih, obat ini dapat menimbulkan sesak nafas, nyeri dada, efek serius pada perut dan usus, serta kecacatan pada bayi jika digunakan pada masa kehamilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar